Manusia
terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Diri rohani adalah
inti daripada manusia. Diri rohani yang merupakan mitra dari diri jasadi
(jasmani) dapat mengadakan kontak dengan diri rohani manusia lainnya,
baik semasa masih sama-sama hidup atau sama-sama sudah mati atau salah
seorang sudah mati dan yang lainnya masih hidup. Diri rohani tidak
mengalami kematian, sedangkan yang mengalami kematian adalah diri
jasadi.
Kontak Rohani Semasa Hidup
Kontak rohani semasa masih hidup yang sering juga dinamakan kontak batin seperti :
- Antara imam dan makmum dalam shalat; Seorang makmum wajib berniat menjadi makmum dan konsekwensinya dia harus mengikuti imam sepenuhnya. Manakala makmum menyalahi perbuatan imam atau tidak sesuai dengan apa yang dilakukan imam, umpamanya imam sujud dia rukuk, imam tahiyat dia berdiri dan seterusnya, maka shalat si makmum tadi menjadi batal.
- Antara anak dengan kedua orang tua; Hubungan betin kasih sayang, perasaan tanggung jawab antara kedua orang tua dan anak, dan sebaliknya, merupakan fitrah manusia. Banyak dalil dalam Al Qur’an maupun Al Hadist bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap anaknya dalam masalah nafkah, pendidikan, agama, dan sebagainya. Sebaliknya anak disuruh berbakti dan tidak boleh durhaka kepada kedua orang tuanya. (Q.S. Al Isra 17:23).
- Antara suami dan isteri; Dengan akad nikah yang sah, maka terjadilah suatu hubungan atau ikatan batin yang kuat antara suami dan istri dan keluarga kedua belah pihak. Dengan akad nikah terjadilah mwaddah, rasa kasih sayang antara keduanya yang merupakan berkahnya nikah (Q.S. Ar Rum 30:21) dan menimbulkan suatu ikatan janji yang suci lagi kokoh kuat antara keduanya, yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing (Q.S. An Nisa’ 4:21).
- Antara murid dengan guru; Tidak ada di atas dunia ini seseorang memperoleh ilmu tanpa melalui guru, langsung atau tidak langsung. Seorang murid dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu dari gurunya, dan seorang guru dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dan pengajaran kepada muridnya, sehingga dengan demikian terjadilah hubungan, kontak batin yang harmonis antara keduanya. Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari gurunya dengan cara demikian akan memperoleh ilmu yang berkah dan bermanfaat.
- Antara murid/salik dan Syekh Mursyid; Sama halnya antara murid dengan guru sekolah, bagitu pulalah halnya antara murid/salik dengan Syekh Mursyidnya, ada hubungan bathin yang sangat kuat satu dengan lainnya. Kalau antara murid dengan guru di kelas adalah transfer of knowledge, mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka antara murid/salik dengan Syekh Mursyid adalah Transfer of Spiritual, mentransfer masalah-masalah kerohanian, membina iman dan taqwa (imtak). Masalah kerohanian adalah sangat halus dan tinggi yang dasar utamanya adalah wahyu dari Allah SWT. Karena itulah persyaratan Syekh Mursyid, jauh lebih sulit dan tinggi dibandingkan dengan guru di depan kelas. Syekh Mursyid adalah seorang yang berkualitas wali, karena dia membimbing rohani murid dalam berzikir dan beribadah. (Q.S. Al Kahfi 18:27).
Kontak Rohani Orang Hidup dengan Orang yang Meninggal dan Sebaliknya
Sesungguhnya
arwah di alam barzah itu masih hidup, bsai mendengar, melihat,
mengetahui dan berkomunikasi baik antara sesama arwah orang yang sudah
meninggal, maupun dengan arwah orang yang masih hidup. Dalam kajian
tasawuf, arwah para Nabi dan wali-wali Allah semasa hidupnya, arwahnya
hidup di alam Syahadah dan juga hidup atau dapat berkomunikasi di alam
gaib.
Seorang
Syekh Mursyid dapat membimbing muridnya dari jarak tanpa batas baik
semasa dia masih hidup maupun dia telah meninggal dunia karena
sesungguhnya arwah para wali itu hidup disisi Allah. Sebagai contoh Syekh Abdul Wahab Rokan semasa Perang Aceh sekitar
tahun 1890-an pernah di photo oleh tentara belanda ikut sebagai
penjuang dipihak pasukan Aceh sehingga Belanda menganggap Beliau sebagai
pemberontak. Padahal pada saat yang sama Beliau tidak pernah keluar
dari rumahnya ber zikir/suluk selama berhari-hari. Saidi Syekh Dermoga
Barita Raja Muhammad Syukur pernah menolong muridnya yang tenggelam di
laut dan membawanya ke darat dengan selamat padahal pada saat yang sama
Beliau sedang makan dengan santai di rumah Beliau. Lalu siapa yang mengangkat orang di laut? Atau siapa yang ikut dalam perang?
Hal-hal
seperti ini bukan hal yang asing dalam Tarekat dan tentu saja kalau
diuraikan penomena yang dialami oleh para pengamal tarekat sangat banyak
dan sangat unik serta ajaib.
Di
antara sesama kita pun bisa saling berkomunikasih secara rohani asal
lengkap memenuhi rukun dan syaratnya. Pengkajian masalah roh atau diri
rohani ini dan hubungan roh satu dengan roh lainnya, merupakan masalah
pokok dan amat penting dalam kajian tasawuf dan tarekat. Tentang roh
dapat kita ketahuai dengan jelas dari Firman Allah :
“Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati diiwaktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah
Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai
waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Az Zumar 39:42)
Menalaah tafsir ayat ini, baik dari tafsir Depag maupun tafsir Ibnu Qayyim dalam bukunya “Ar Ruh” dapat disimpulkan bahwa :
- Roh orang yang meninggal keluar dari jasadnya dan roh itu ditahan oleh Allah SWT.
- Roh orang yang tidur dilepaskan oleh Allah untuk kembali kepada jasadnya sampai dengan dia meninggal, sesuai dengan ajal yang ditetapkan baginya.
Roh Nabi, roh Rasul dan roh orang saleh yang tidur mengembara ke alam atas, alam malakut, alam rabbani
dan dapat melihat kejadian yang telah lalu, sekarang dan yang akan
datang. Dari penglihatannya itu kadang-kadang menzahir dan menjelma
sebagai mimpi, maka mimpinya itu dinamakan mimpi yang benar atau ar ru’yatush-shalihah.
Kontak Rohani dengan Allah
Roh
yang telah disucikan kemudian diajarkan cara berzikir kepada Allah
barulah bisa mengadakan kontak dengan Allah dalam Shalatnya (Q.S. Al
A’laa, 87:14-15). Tanpa disucikan terlebih dahulu mustahil roh kita bisa
berhubungan dengan Allah karena Allah adalah Zat Maha Suci dan Maha
Tinggi. Disinilah pentingnya kedudukan seorang Syekh Mursyid bukan hanya membimbing secara jasmani akan tetapi bisa mensucikan rohani sang murid dengan Nur Allah
yang dititipkan dalam dadanya. Tentu saja seorang murid harus mengenal
guru semasa Gurunya masih hidup, pernah bertemu dengan guru nya
(berziarah) sehingga benar-benar mengenal Guru nya, dengan demikian akan
terjadi kontak rohani baik semasa Guru nya masih hidup maupun sudah
meninggal begitu juga sebaliknya. Banyak orang tersesat karena mencari
Guru Rohani di hutan-hutan, di pinggir laut menunggu datang Nabi Khidir
atau berzikir sendiri di rumah meninggu datangnya Syekh Abdul Qadir
atau Syekh lainnya. Cara demikian justru akan semakin jauh kita dengan
hakikat sebenarnya karena syetan dengan mudah datang menyerupai orang
yang kita inginkan. Berguru secara rohani harus pernah perjumpa terlebih
dahulu secara jasmani agar benar-benar terjaga.
Bukan hal mustahil seorang hamba yang telah disucikan dan dibimbing sampai ke tahap Makrifatullah bisa berkumunikasi dengan Allah dan bahkan melihat wajah-Nya karena roh itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Kalau
kita belum bisa berkomunikasi dengan Allah dalam artinya yang
sebenarnya, belum bisa mendengar suara-Nya dan belum bisa melihat
wajah-Nya berarti kita belum sampai ke tahap Makrifatullah. Kalaupun
ada yang mengaku telah mencapai maqam Makrifatullah namun belum bisa
memenuhi kriteria diatas maka makrifat nya hanya sampai kepada pemahaman
saja atau makrifat kepada sifat dan nama-Nya belum kepada makrifat
Zat-Nya. Carilah seorang Guru Mursyid yang benar-benar bisa mengantarkan
rohani kita sampai ke tahap Makrifatullah karena hanya itu
satu-satunya jalan yang paling aman untuk sampai ke hadirat-Nya.
Semoga Allah memberikan kita kesempatan untuk mengenal-Nya serta mengabdi dengan ikhlas kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar