Sebagaimana diketahui, junjungan kita
Nabi Muhammad s.a.w. hidup di Semenanjung Arabia sebagai Nabi dan Rasul
yang diutus Allah swt kepada segenap ummat manusia untuk memperkokoh
kebenaran agama yang telah dibawakan oleh para Nabi dan Rasul
terdahulu. Kepada ummat manusia beliau mengingatkan akan tanggungjawab
mereka kepada Allah Al-Khaliq sebagaimana yang dahulu telah
diingatkan pula oleh para Nabi dan Rasul kepada ummatnya masingmasing.
Beliau menjelaskan bahwa dirinya adalah Nabi terakhir dari serangkaian
para Nabi yang datang berturut-turut dalam berbagai zaman sebelumnya.
Kecuali itu beliau memperkenalkan diri beliau sebagai manusia yang
lain. Bedanya dari yang lain ialah karena Allah swt, mengamanatkan
kepada beliau – melalui,wahyu – menyampaikan tugas Risalah kepada semua
manusia agar mereka mengenal jatidirinya (identitasnya) sebagai
makhluk ciptaan Allah. Beliau memberitahu letak alam kehidupan dunia
ini di tengah alam malakut kekuasaan-Nya. Setiap manusia,
mau atau tidak mau, pasti akan menemukan nasibnya sesudah mati. Beliau
mengingatkan manusia supaya berperilaku baik di dalam kehidupan dunia
ini sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah yang wajib bersembah
sujud hanya kepada-Nya. Beliau pun menegaskan bahwa dirinya tidak
berhak menambah, mengurangi atau mengganti cakupan tugas Risalah yang
dibebankan Allah kepadanya sebagai amanat yang harus disampaikan kepada
seluruh ummat manusia. Dengan tegas beliau mengatakan, bahwa Allah
menetapkan semuanya itu melalui firman-Nya[2]:
Seandainya
Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami niscaya
benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya kemudian benar-benar
Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun
dari kamu yang dapat menghalangi”. (QS. Al-Haaqqah;44-47)
Selama
hidup beliau tidak pernah samasekali melakukan suatu tindakan untuk
kepentingan pribadi. Sejarah kehidupan beliau tidak dapat dimanipulasi
oleh penulis manapun juga, karena terkontrol oleh nas-nas
A1-Qur’an dan dokumen-dokumen sejarah yang otentik, yaitu catatan
riwayat dan Hadits-hadits. Semuanya dengan cermat melukiskan da’wah
Risalah nya, kesempurnaan jasmani dan rohaninya serta kesempurnaan
akhlak dan akal budinya. Betapa pun pandainya seorang penulis
menuangkan hal-hal itu dalam lembaran-lembaran buku, tidak mungkin ia
dapat mengutarakan seluruh segi kehidupan Nabi Muhammad s.a.w. yang
serba sempurna itu.[3] Dengan indah Allah swt melukiskan kesempurnaan Rasul-Nya di dalam A1 – Qur’an:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)
Kebesaran
dan keagungan junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. bukan
disebabkan oleh lingkungan kabilahnya, bukan karena kedudukan
sosialnya di kalangan masyarakat dan bukan pula discebabkan oleh harta
kekayaannya; melainkan oleh keluhuran dan kesempurnaan semua segi
pribadinya sebagai Nabi dan Rasul yang hidup dan matinya diabdikan
hanya kepada kebenaran Allah semata-mata. Beliau adalah seorang Nabi
dan Rasul yang diutus Allah swt dalam zaman fatrah,[4]
di kala kesesatan dan kedzaliman merajalela karena manusia yang pernah
dibawakan oleh para Nabi dan Rasul terdahulu. Beliau datang sebagai
Nabi dan Rasul terakhir, melengkapi dan menyempurnakan ajaran-ajaran
agama Allah yang telah disampaikan oleh para Nabi dan Rasul mulai dari
Nabi Adam a.s. hingga Nabi ‘Isa a.s. Dengan demikian maka lengkap dan
sempurnalah agama yang dibawakan oleh Nabi Muharnmad s.a.w. Setelah
kedatangan Islam tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang bakal datang
membawakan agama baru. Sesuatu yang lengkap dan sempurna tidak
membutuhkan pembaharuan, yang membutuhkan pembaharuan adalah fikiran
ummat manusia.[5] Mereka
harus sanggup meninggalkan kekolotan jahiliyah dan menyelaraskan
fikiran dan perasaannya dengan ajaran Ilahi yang sempurna itu.
Mengenai soal itu Allah swt telah berfirman
“Pada hari ini telah Kusempurnakan agama kalian, telah kucukupkan nikmat karunia-Ku kepada kalian dan telah Kuridhai Islam menjadi agama kalian” (QS. AI-Ma’idah : 3).
Firman-firman
Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. sebagai
termaktub dalam A1 – Qur’anul-Karim adalah Iengkap dan sempurna,
terjamin kemurniannya dan terpelihara sepanjang zaman. Mengenai itu
Allah swt telah berfirman menegaskan
“Tak ada suatu apapun yang Kami alpakan di dalam Al-Qur’an” (QS.AI-An’am : 38).
“Tidak mengandung kebatilan, baik yang terang maupun yang tidak terang” (QS. Fusshilat : 92).
“Kamilah yang menurunkan AI-Qur’an dan Kamilah yang menjaga (kemurnian dan kelestariannya)”, (QS. AI-Hijr : 9).
Agama
Allah dan Kitab suci-Nya yang serba sempurna itu tidak mungkin dapat
disampaikan dengan sempurna oleh pembawa tugas Risalah yang tidak
sempurna. Yang dapat menunaikan tugas Risalah demikian itu pasti
seorang Nabi dan Rasul pilihan Allah yang paling sempurna. Kesempurnaan
Nabi Muhammad s.a.w. itulah yang menmbuat beliau sebagai manusia
besar, bahkan terbesar dalam segala hal.[6]
Kehidupan dan Sifat-sifat Rasululullah
Menurut
Husen Haikal, Rasulullah setiap bulan Ramadhan selalu, menyemdiri di
gua Hera menjauhi keramaian menghindari kelezatan dan kemewahan
duniawi, menghindari makan dan minum yang berlebihan serta merenungi
alam semesta ini. ini dilakukan dalam rangka untuk membersihkan hati
beliau yang akan mengenatarkan terhadap kenabian. Hal ini berlangsung
sampai wahyu yang pertama,[7]
tampak jelas khalwat yang dilakukan Muhammad bertujuan menenangkan
jiwa dan membersihkan hati dalam menapaki kahidupan. Beliau mencari
petunjuk untuk mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segalanya
dengan baik dan benar. Kehidupan Muhammad dalam gua Hera merupakan
cikal bakal kehidupan sufistik yang dihayati para zahid sebagai latihan
rohani untuk bermunajat kepada Allah.
Imam
Al-Gazali berkata: “Manfaat awal dari khalwat adalah pemusatan diri
dalam beribadah berfikir mngakrabkan diri dalam munajat kepada Allah
dengan menghindari hubungan dengan makhluk dan menyibukkan diri untuk
mengungkap rahasia-rahasia Allah tentang persoalan dunia sampai
akhirat. Inilah yang disebut kekosongan, mengisolasi diri jelas lebih
baik bagi para sufi bahkan Rasulullah saw pada permualaan kenabian
beliau hidup menyendiri di gua Hera sehingga cahaya kenabian beliau
menjadi kuat. Karena itu, semua makhluk tidak sanggup menghalai beliau
dari Allah, sebab meskipun tubuh beliau bersama makhluk namun kalbu
beliau selalu menghadap Allah.[8]
Di
riwayatkan dari Aisyah Ra. Bahwa Rasulullah pertama kali mengalami
mimpi adalah menerima wahyu (mimpi hakiki) yang beliau lihat lewat
mimpi itu adalah cahaya kebenaran yang ia mohon setiap saat dan masih
menurut Husen Haikal yang pernah dilihatnya pada saat itu, yaitu ketika
beliau tahannus ialah mimpi hakiki yang memancar dari
sela-sela renungannya sehingga membuat jalan yang dihadapinya menjadi
terang. Tirai gulita yang menjerumuskan masyarakat Quraisy ke dalam
lembah jahiliyah jadi terbuka lebar menuju masyarakat tauhid. Mengenai
kehidupan Rasulullah setelah turunnya wahyu di tandai dengan sikap
juhud pengendalian diri dalam makan dan minum serta amalan-amalan
shaleh yang menjadi sumber utama bagi para sufi. Rasulullah saw pada
priode ini selalu mewajibkan diri tetap dalam keadaan sederhana, banyak
beribadah dan shalat tahajjud, keadaan ini berlangsung sampai turunnya
ayat:
Artinya “ Thoha, Kami tidak menurunkan Al-Qur`an ini kepada mu agar kamu tidak menjadi susah “ (QS. Thoha: 1-2).
Kehidupan Nabi yang serba sederhana ini, adalah kehendak beliau sendiri. Dalam hal ini Husen Haikal menggambarkan:
“Kesederhanaan
terhadap dunia ini bukanlah kesederhanaan demi kesederhanaan sebab
dalam Al-Qur`an difirmankan “manakah diantara rizki yang baik telah
kami yang telah kami berikan kepadamu” dan dalam sebuah dadit
disebutkan “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya,
dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan besok engkau tiada” Maksud
Rasulullah memberi contoh yang baik kepada umatnya agar berkepribadian
utuh tidak kenal lelah dan tidak diperbudak oleh kehidupan duniawi,
kekuasaan, yang membuat kelalaian kita terhadap Allah”.[9]
Di
riwayat lain, Rasulullah senantiasa mengerjakan sholat malam sehingga
kedua telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Aisyah bertanya “wahai
Rasulullah megapa ini kau lakukan, bukankah Allah telah mengampuni
segala dosamu, baik yang lalu maupun yang akan dating” Rasulullah
menjawab tidaklah patut aku menjadi seorang hamba yang bersyukur.
Diriwayat lain mengatakan senantiasa beri`tikap dimesjid pada sepuluh
terakhir bulan Ramadhan. Demikianlah ibadah Rasulullah tapi janganlah
orang menyangka bahwa ia memberatkan sedemikian itu kepada orang lain.
Aisyah berkata “ Banyak sekali amalan Rasulullah yang dilaksanakan
secara sembunyi-sembunyi karena di kuatirkan memberatkan orang lain
tidak mampu mengerjakannya (dianggap wajib).
Tentang
kesederhaan Rasulullah hampir semua penulis sejarah menceritakan
bagaimana sederhananya rumah tangga beliau sehari-hari. Tidak ada
perabot dalam rumah tangga, bahkan sering tidak terdapat makanan,
beliau sering tidur di atas sepotong tikar yang terbuat dari daun kurma
sampai berbekas pada kulit beliau. Adapun makanan yang dapat
dimakannya adalah sepotong kecil roti kering yang terbuat dari tepung
kasar dan segelas air minum atau dua butir kurma. Itulah gambaran
kesederhanaan Rasulullah saw.[10]
Imam
bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah pernah mengeluh kepada keponakannya
Urwah “Lihatlah Urwah kadang-kadang berhari-hari dapurku tidak menyala
dan aku bingung olehnya” Apa yang engkau makan sehari-hari bibi? Aisyah
menjawab: Paling untung kurma dan air kecuali jika ada tetangga Anshar
mengantarkan sesuatu kepada Rasulullah barulah kami merasakan seteguk
susu.[11] Rasulullah pernah menegas “Kami adalah golongan orang yang tidak makan kecuali lapar dan bila makan tidak sampai kekenyangan”.
Banyak
sekali ucapan-ucapan Rasulullah yang menerangkan ajaran moral
kehidupan agama yang berhubungan manusia dengan Allah dan alam semesta
sebagaimana yang dijelaskan dan elaborasi oleh kaum sufi antara lain
beliu bersabda: “Jauhilah kehidupan di dunia ini, niscaya Allah
mencintaimu, dan jauhilah apa yang ada ditangan orang banyak noscaya
orang-orang akan mencintaimu” dan beliau juga bersabda :”Jika
Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, niscaya Allah
membuatnya faham terhadap agama, menghindarkannya dari hal-hal keduniaan
dan menunjukkan cela-celanya.
Dengan
demikian apa yang diajarkan oleh kaum sufi telah diperaktikkan dan
dianjurkan oleh Rasulullah berabad-abad silam. Jadi tidak benar kalau
ada tuduhan bahwa tasawuf adalah pengaruh ajaran Masehi, Majusi, Hindu,
Budha, dan filsafat Yunani. Dan bukan jaran Islam yang tidak bersumber
dari Al-Qur`an dan al-Sunnah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar