Kamis, 27 Februari 2020

Amalan-Amalan Sufistik pada Diri Rasulullah Saw



Sebagaimana diketahui, junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. hidup di Semenanjung Arabia sebagai Nabi dan Rasul yang diutus Allah swt kepada segenap ummat manusia untuk memperkokoh kebe­naran agama yang telah dibawakan oleh para Nabi dan Rasul terdahulu. Kepada ummat manusia beliau mengingatkan akan tanggungjawab me­reka kepada Allah Al-Khaliq sebagaimana yang dahulu telah di­ingatkan pula oleh para Nabi dan Rasul kepada ummatnya masing­masing. Beliau menjelaskan bahwa dirinya adalah Nabi terakhir dari serangkaian para Nabi yang datang berturut-turut dalam berbagai za­man sebelumnya. Kecuali itu beliau memperkenalkan diri beliau seba­gai manusia yang lain. Bedanya dari yang lain ialah karena Allah swt, mengamanatkan kepada beliau – melalui,wahyu – menyampaikan tugas Risalah kepada semua manusia agar mereka mengenal jatidirinya (iden­titasnya) sebagai makhluk ciptaan Allah. Beliau memberitahu letak alam kehidupan dunia ini di tengah alam malakut kekuasaan-Nya. Setiap manusia, mau atau tidak mau, pasti akan menemukan nasib­nya sesudah mati. Beliau mengingatkan manusia supaya berperilaku baik di dalam kehidupan dunia ini sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah yang wajib bersembah sujud hanya kepada-Nya. Beliau pun menegaskan bahwa dirinya tidak berhak menambah, mengurangi atau mengganti cakupan tugas Risalah yang dibebankan Allah kepada­nya sebagai amanat yang harus disampaikan kepada seluruh ummat manusia. Dengan tegas beliau mengatakan, bahwa Allah menetapkan semuanya itu melalui firman-Nya[2]:
Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami  niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi”. (QS. Al-Haaqqah;44-47)
Selama hidup beliau tidak pernah samasekali melakukan suatu tindakan untuk kepentingan pribadi. Sejarah kehidupan beliau tidak dapat dimanipulasi oleh penulis manapun juga, karena terkontrol oleh nas-nas A1-Qur’an dan dokumen-dokumen sejarah yang otentik, yaitu catatan riwayat dan Hadits-hadits. Semuanya dengan cermat melukiskan da’wah Risalah nya, kesempurnaan jasmani dan rohaninya serta kesempurnaan akhlak dan akal budinya. Betapa pun pandainya seorang penulis menuangkan hal-hal itu dalam lembaran-lembaran buku, tidak mungkin ia dapat mengutarakan seluruh segi kehidupan Nabi Muhammad s.a.w. yang serba sempurna itu.[3] Dengan indah Allah swt melukiskan kesempurna­an Rasul-Nya di dalam A1 – Qur’an:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)
Kebesaran dan keagungan junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. bukan disebabkan oleh lingkungan kabilahnya, bukan kare­na kedudukan sosialnya di kalangan masyarakat dan bukan pula discebabkan oleh harta kekayaannya; melainkan oleh keluhuran dan kesempurnaan semua segi pribadinya sebagai Nabi dan Rasul yang hidup dan matinya diabdikan hanya kepada kebenaran Allah semata-mata. Beliau adalah seorang Nabi dan Rasul yang diutus Allah swt dalam zaman fatrah,[4] di kala kesesatan dan kedzaliman merajalela karena manusia yang pernah dibawakan oleh para Nabi dan Rasul terdahulu. Beliau datang sebagai Nabi dan Rasul terakhir, melengkapi dan menyempurnakan ajaran-ajaran agama Allah yang telah disampaikan oleh para Nabi dan Rasul mulai dari Nabi Adam a.s. hingga Nabi ‘Isa a.s. Dengan demikian maka lengkap dan sempurnalah agama yang dibawakan oleh Nabi Muharnmad s.a.w. Setelah kedatangan Islam tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang bakal datang membawakan agama baru. Sesuatu yang lengkap dan sempurna tidak membutuhkan pembaharuan, yang membutuhkan pembaharuan adalah fikiran ummat manusia.[5] Mereka harus sanggup meninggalkan kekolotan jahiliyah dan menyelaraskan fikiran dan perasaannya dengan ajaran Ilahi yang sempurna itu. Menge­nai soal itu Allah swt telah berfirman
“Pada hari ini telah Kusempurnakan agama kalian, telah kucu­kupkan nikmat karunia-Ku kepada kalian dan telah Kuridhai Islam menjadi agama kalian” (QS. AI-Ma’idah : 3).
Firman-firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. sebagai termaktub dalam A1 – Qur’anul-Karim adalah Iengkap dan sempurna, terjamin kemurniannya dan terpelihara sepanjang zaman. Mengenai itu Allah swt telah berfirman menegaskan
“Tak ada suatu apapun yang Kami alpakan di dalam Al-Qur’an” (QS.AI-An’am : 38).
“Tidak mengandung kebatilan, baik yang terang maupun yang tidak terang” (QS. Fusshilat : 92).
“Kamilah yang menurunkan AI-Qur’an dan Kamilah yang menja­ga (kemurnian dan kelestariannya)”, (QS. AI-Hijr : 9).
Agama Allah dan Kitab suci-Nya yang serba sempurna itu tidak mungkin dapat disampaikan dengan sempurna oleh pembawa tugas Risalah yang tidak sempurna. Yang dapat menunaikan tugas Risalah demikian itu pasti seorang Nabi dan Rasul pilihan Allah yang paling sempurna. Kesempurnaan Nabi Muhammad s.a.w. itulah yang menmbuat beliau sebagai manusia besar, bahkan terbesar dalam segala hal.[6]
 
Kehidupan dan Sifat-sifat Rasululullah
Menurut Husen Haikal, Rasulullah setiap bulan Ramadhan selalu, menyemdiri di gua Hera menjauhi keramaian menghindari kelezatan dan kemewahan duniawi, menghindari makan dan minum yang berlebihan serta merenungi alam semesta ini. ini dilakukan dalam rangka untuk membersihkan hati beliau yang akan mengenatarkan terhadap kenabian. Hal ini berlangsung sampai wahyu yang pertama,[7] tampak jelas khalwat yang dilakukan Muhammad bertujuan menenangkan jiwa dan membersihkan hati dalam menapaki kahidupan. Beliau mencari petunjuk untuk mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segalanya dengan baik dan benar. Kehidupan Muhammad dalam gua Hera merupakan cikal bakal kehidupan sufistik yang dihayati para zahid sebagai latihan rohani untuk bermunajat kepada Allah.
Imam Al-Gazali berkata: “Manfaat awal dari khalwat adalah pemusatan diri dalam beribadah berfikir mngakrabkan diri dalam munajat kepada Allah dengan menghindari hubungan dengan makhluk dan menyibukkan diri untuk mengungkap rahasia-rahasia Allah tentang persoalan dunia sampai akhirat. Inilah yang disebut kekosongan, mengisolasi diri jelas lebih baik bagi para sufi bahkan Rasulullah saw pada permualaan kenabian beliau hidup menyendiri di gua Hera sehingga cahaya kenabian beliau menjadi kuat. Karena itu, semua makhluk tidak sanggup menghalai beliau dari Allah, sebab meskipun tubuh beliau bersama makhluk namun kalbu beliau selalu menghadap Allah.[8]
Di riwayatkan dari Aisyah Ra. Bahwa Rasulullah pertama kali mengalami mimpi adalah menerima wahyu (mimpi hakiki) yang beliau lihat lewat mimpi itu adalah cahaya kebenaran yang ia mohon setiap saat dan masih menurut Husen Haikal yang pernah dilihatnya pada saat itu, yaitu ketika beliau tahannus ialah mimpi hakiki yang memancar dari sela-sela renungannya sehingga membuat jalan yang dihadapinya menjadi terang. Tirai gulita yang menjerumuskan masyarakat Quraisy ke dalam lembah jahiliyah jadi terbuka lebar menuju masyarakat tauhid. Mengenai kehidupan Rasulullah setelah turunnya wahyu di tandai dengan sikap juhud pengendalian diri dalam makan dan minum serta amalan-amalan shaleh yang menjadi sumber utama bagi para sufi. Rasulullah saw pada priode ini selalu mewajibkan diri tetap dalam keadaan sederhana, banyak beribadah dan shalat tahajjud, keadaan ini berlangsung sampai turunnya ayat:
Artinya “ Thoha, Kami tidak menurunkan Al-Qur`an ini kepada mu agar kamu tidak menjadi susah “ (QS. Thoha: 1-2).
Kehidupan Nabi yang serba sederhana ini, adalah kehendak beliau sendiri. Dalam hal ini Husen Haikal menggambarkan:
“Kesederhanaan terhadap dunia ini bukanlah kesederhanaan demi kesederhanaan sebab dalam Al-Qur`an difirmankan “manakah diantara rizki yang baik telah kami yang telah kami berikan kepadamu” dan dalam sebuah dadit disebutkan “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan besok engkau tiada” Maksud Rasulullah memberi contoh yang baik kepada umatnya agar berkepribadian utuh tidak kenal lelah dan tidak diperbudak oleh kehidupan duniawi, kekuasaan, yang membuat kelalaian kita terhadap Allah”.[9]
Di riwayat lain, Rasulullah senantiasa mengerjakan sholat malam sehingga kedua telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Aisyah bertanya “wahai Rasulullah megapa ini kau lakukan, bukankah Allah telah mengampuni segala dosamu, baik yang lalu maupun yang akan dating” Rasulullah menjawab tidaklah patut aku menjadi seorang hamba yang bersyukur. Diriwayat lain mengatakan senantiasa beri`tikap dimesjid pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Demikianlah ibadah Rasulullah tapi janganlah orang menyangka bahwa ia memberatkan sedemikian itu kepada orang lain. Aisyah berkata “ Banyak sekali amalan Rasulullah yang dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi karena di kuatirkan memberatkan orang lain tidak mampu mengerjakannya (dianggap wajib).
Tentang kesederhaan Rasulullah hampir semua penulis sejarah menceritakan  bagaimana sederhananya rumah tangga beliau sehari-hari. Tidak ada perabot dalam rumah tangga, bahkan sering tidak terdapat makanan, beliau sering tidur di atas sepotong tikar yang terbuat dari daun kurma sampai berbekas pada kulit beliau. Adapun makanan yang dapat dimakannya adalah sepotong kecil roti kering yang terbuat dari tepung kasar dan segelas air minum atau dua butir kurma. Itulah gambaran kesederhanaan Rasulullah saw.[10]
Imam bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah pernah mengeluh kepada keponakannya Urwah “Lihatlah Urwah kadang-kadang berhari-hari dapurku tidak menyala dan aku bingung olehnya” Apa yang engkau makan sehari-hari bibi? Aisyah menjawab: Paling untung kurma dan air kecuali jika ada tetangga Anshar mengantarkan sesuatu kepada Rasulullah barulah kami merasakan seteguk susu.[11] Rasulullah pernah menegas “Kami adalah golongan orang yang tidak makan kecuali lapar dan bila makan tidak sampai kekenyangan”.
Banyak sekali ucapan-ucapan Rasulullah yang menerangkan ajaran moral kehidupan agama yang berhubungan manusia dengan Allah dan alam semesta sebagaimana yang dijelaskan dan elaborasi oleh kaum sufi antara lain beliu bersabda: “Jauhilah kehidupan di dunia ini, niscaya Allah mencintaimu, dan jauhilah apa yang ada ditangan orang banyak noscaya orang-orang akan mencintaimu” dan beliau juga bersabda :”Jika Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, niscaya Allah membuatnya faham terhadap agama, menghindarkannya dari hal-hal keduniaan dan menunjukkan cela-celanya.
Dengan demikian apa yang diajarkan oleh kaum sufi telah diperaktikkan dan dianjurkan oleh Rasulullah berabad-abad silam. Jadi tidak benar kalau ada tuduhan bahwa tasawuf adalah pengaruh ajaran Masehi, Majusi, Hindu, Budha, dan filsafat Yunani. Dan bukan jaran Islam yang tidak bersumber dari Al-Qur`an dan al-Sunnah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar